“PAUD PERMATA Seperti Kandang Kambing”

LASKAR PELANGI
Oleh : Andrea Hirata

TAK susah melukiskan sekolah kami, karena sekolah kami adalah salah satu dari ratusan atau mungkin ribuan sekolah miskin di seantero negeri ini yang jika disenggol sedikit saja oleh kambing yang senewen ingin kawin, bisa rubuh berantakan.
Kami memiliki enam kelas kecil-kecil, pagi untuk SD Muhammadiyah dan sore untuk SMP Muhammadiyah. Maka kami, sepuluh siswa baru ini bercokol selama sembilan tahun di sekolah yang sama dan kelas-kelas yang sama, bahkan susunan kawan sebangku pun tak berubah selama sembilan tahun SD dan SMP itu.
Kami kekurangan guru dan sebagian besar siswa SD Muhammadiyah ke sekolah memakai sandal. Kami bahkan tak punya seragam. Kami juga tak punya kotak P3K. Jika kami sakit, sakit apa pun: diare, bengkak, batuk, flu, atau gatal-gatal maka guru kami akan memberikan sebuah pil berwarna putih, berukuran besar bulat seperti kancing jas hujan, yang rasanya sangat pahit. Jika diminum kita bisa merasa kenyang. Pada pil itu ada tulisan besar APC. Itulah pil APC yang legendaris di kalangan rakyat pinggiran Belitong. Obat ajaib yang bisa menyembuhkan segala rupa penyakit.
Sekolah Muhammadiyah tak pernah dikunjungi pejabat, penjual kaligrafi,pengawas sekolah, apalagi anggota dewan. Yang rutin berkunjung hanyalah seorang pria yang berpakaian seperti ninja. Di punggungnya tergantung sebuah tabung aluminium besar dengan slang yang menjalar ke sana kemari. Ia seperti akan berangkat ke bulan.
======================================================================================================
Paragraf –paragraf di awal kisah ini hampir sama dengan keadaan sekolah kami, kata orang kumuh dan terkesan tidak layak untuk dijadikan sekolah. Pun begitu kami tetap berusaha semampu kami memberikan pendidikan terbaik bagi masyarakat di desa kami. Kami sadar dengan keterbatasan kami, dimana saat ini tempat yang kami tempati statusnya adalah kontrakan dengan segala minusnya. Ditambah lagi dengan banjir dan bocor dikala hujan menerpa sekolah kami.
Tak pernah kami meminta-minta atau menghiba kepada orang lain untuk membantu kami, tetapi kalo sekiranya ada bantuan yang mampir ke tempat kami pun juga tidak kami tolak. Mimpi kami saat ini adalah mempunyai bangunan sekolah sendiri tanpa harus diremehkan orang, menjadikan sekolah kami sekolah bagi masyarakat di desa kami, setelah PAUD yang kami dirikan, kami ingin mendirikan sebuah Taman Bacaan Masyarakat dimana mereka bisa lebih banyak belajar dan mengembangkan usaha-usaha yang selama ini belum pernah mereka kembangkan. Kami ingin mengubah kehidupan ekonomi dan sosial, juga perilaku dan budaya di desa kami.
Tetapi memang benar pepatah jawa “Jer basuki Mowo Beyo” Segala sesuatu itu perlu pengorbanan dan perjuangan, seperti apa yang kami rasakan saat ini. Semoga Alloh meridhoi apa yang kami lakukan saat ini dan memberikan pertolongan serta kemudahan bagi kami. Amin
Sukarukun, Maret 2011.