AGAR SI KECIL SEMANGAT KE SEKOLAH

Ada banyak hal yang menyebabkan Si Kecil malas ke sekolah. Dengan menemukan akar permasalahannya dan komunikasi yang baik antara orangtua dan guru, anak pun akan kembali semangat ke sekolah.

"Malas, ah. Aku enggak mau sekolah". Ucapan ini kerap terdengar dari mulut Si Kecil ketika dibangunkan pagi-pagi untuk berangkat ke sekolah. Terutama jika itu adalah hari pertamanya di sekolah baru atau hari pertama masuk sekolah lagi setelah libur panjang.
 CIMG2785 Pakar Psikologi Perkembangan Dra. Ratih Ibrahim, Psi. dari Klinik Perkembangan, Lembaga Psikologi Terapan Universitas Indonesia, mengungkapkan, satu hal utama penyebab anak malas pergi ke sekolah adalah karena sekolah dipersepsikan sebagai tempat yang tidak menyenangkan. "Anak hanya mau pergi ke tempat yang menurutnya menyenangkan dan bertemu dengan orang-orang yang menyenangkan," ucap Ratih.
Menurut Ratih, empat hal yang harus dipenuhi agar anak tidak malas pergi ke sekolah, yaitu:
- Situasi dan kondisi sekolah. Apakah sekolahnya bersih, rapi, dan banyak tempat-tempat atau sarana yang menarik.
- Kegiatan. Apakah kegiatan di sekolah itu menyenangkan.
- Lingkungan. apakah orang-orang di dalamnya menyenangkan, termasuk guru dan teman-temannya.
- Waktu tepat. Apakah waktu pergi ke sekolah itu sesuai dengan jam biologis si anak.
Temukan Masalahnya
Bagi anak yang terbiasa dengan rumah yang bersih dan rapi, masuk ke sekolah yang kondisinya jelek, kotor, gelap, dan menakutkan, adalah hal yang sangat tidak menyenangkan. Baru membayangkannya saja si anak bisa langsung bilang ogah ketika dibangunkan pagi-pagi.
Itu sebabnya, orangtua perlu jeli ketika memilihkan sekolah. "Harus ada pertimbangan, termasuk kebiasaan-kebiasaan anaknya seperti apa. Memilih sekolah yang tepat itu bukan berarti gedungnya mewah atau mahal, tapi cocok enggak sekolah ini buat anaknya. SDM-nya bagaimana, guru-gurunya friendly atau enggak," jelas psikolog Indonesian Idol ini.
Selain kondisi sekolah, kurikulum dan budaya yang ada di sekolah itu juga harus diperhatikan. "Misalnya mau sekolah yang berdasarkan agama, tapi cocok enggak penerapannya ke anak? Kalau anak dibuat jadi serba takut, mungkin sekolah tersebut bukan sekolah yang tepat bagi si anak. Semua itu harus dicari tahu."
Anak juga akan merasa "tersiksa" di sekolah, jika tugas-tugas atau kegiatan yang harus dikerjakannya di sekolah ternyata dinilai terlalu sulit buat dia. Baik itu pelajaran, tuntutan, maupun pekerjaannya, karena di rumah dia belum terbiasa atau tidak pernah diajari dan dilatih melakukan hal-hal tersebut. Atau mungkin juga tugas-tugas yang diberikan memang tidak sesuai dengan tuntutan umurnya. "Anak bisa langsung enggak pede, nih. Karena enggak pede, dia jadi enggak mau ke sekolah. Apalagi kalau cara memaksa si anak melakukan sesuatu enggak cocok dengan hatinya."
Ada juga anak yang malas ke sekolah karena teman-teman barunya dinilai tidak cocok. "Misalnya, hobinya berbeda, atau dia merasa teman-temannya nyuekin dia. Ada juga teman yang galak dan suka ganggu. Atau dia sering ditertawakan, atau malah mungkin enggak punya teman sama sekali. Bisa juga dia melihat teman-temannya beda banget dan dia jadi minder. Ada banyak hal yang mungkin terjadi," papar Ratih.
Begitu juga dengan guru. Menurut Ratih, saat anak pertama kali datang ke sekolah, jika ia melihat guru yang menyambutnya tidak ramah, biasanya anak langsung menjaga jarak. Terutama bagi anak-anak yang usianya lebih kecil. Jika nanti suatu saat anak sudah merasa aman, barulah dia mau mendekat dengan gurunya. "Bayangkan kalau muka gurunya galak, menakutkan, atau judes. Anak-anak pasti langsung antipati."

PILAH-PILIH SEKOLAH BUAT SI KECIL

Sebentar lagi tahun ajaran baru dimulai. Saatnya para orangtua "berburu" sekolah buat putra-putri tercinta. Ada hal-hal yang harus dipertimbangkan dalam memilih sekolah yang tepat. Apa sajakah itu?
Mencari sekolah yang tepat buat Si Kecil bukanlah perkara mudah. Banyak sekali yang harus dipertimbangkan sebelum memutuskan pilihan. Yang paling sederhana adalah, kapan sebaiknya orangtua mulai mendaftarkan Si Kecil ke sekolah? Menurut Lara Fridani S.Psi M.Psych (Edu & Dev), tiga bulan sebelum sekolah dimulai merupakan waktu yang cukup bagi orangtua maupun pihak sekolah untuk saling menyiapkan diri dari berbagai segi. 
New Image2 "Bagi sekolah sendiri idealnya tiga bulan ini tentu bukan berarti persiapan dari awal. Tenaga pendidik, sarana dan prasarana, administratif, dan lain-lainnya harus sudah dimulai sebelumnya," papar psikolog sekaligus dosen Pendidikan Anak Usia Dini Universitas Negeri Jakarta.
Bagi orangtua, waktu tiga bulan tersebut cukup memberikan kesempatan pada mereka untuk observasi ke beberapa sekolah yang akan menjadi pilihan. Termasuk mengajak anak mengenal lingkungan sekolah, memberikan informasi dan mengkondisikan anak saat masa transisi, hingga mempersiapkan dari segi biaya.
Memang benar, kini tak sedikit sekolah yang membuka pendaftaran yang terlalu cepat dan diikuti dengan penutupan yang cepat pula. Misalnya pembukaan pendaftaran enam bulan sebelumnya dan ditutup dan dua minggu. Lara berpendapat, di satu sisi hal ini menguntungkan bagi pihak sekolah untuk lebih mempersiapkan diri menyambut kehadiran anak baru. Tetapi, di sisi lain cukup membingungkan orangtua untuk menentukan pilihan sekolah bagi anak secara cepat.
KRITERIA SEKOLAH BAGUS
Setiap orangtua pasti ingin anaknya bersekolah di sekolah yang berkualitas bagus. Kriteria kualitas bagus berbeda dari satu orangtua dengan orangtua lain. Bagus bagi kita (orang dewasa) sebaiknya juga ditunjang pemahaman kita tentang sekolah yang bagus untuk perkembangan anak.
Contohnya, ada orangtua yang sangat senang jika anaknya masuk TK atau SD dimana gurunya menegakkan disiplin yang keras, aktif mendorong murid-muridnya untuk berlomba dan memperebutkan piala, mengejar target kurikulum di atas standar sehingga secara akademik si anak mendapat nilai rapor tinggi. Padahal, sistem tersebut belum tentu cocok dengan perkembangan anak.
Ditinjau dari sisi perkembangan anak, menurut Lara, sekolah yang bagus adalah yang memiliki kriteria sebagai berikut :
- Sarana cukup & aman
Sekolah memiliki sarana dan prasarana yang memadai dan aman untuk anak. Ruang yang relatif permanen juga diperlukan disertai suasana sekolah yang memiliki nuansa hijau yang cukup (tidak selalu dikelilingi ruang dan tembok). Hal ini berkaitan dengan masalah fisik dan psikis anak agar merasa cukup nyaman dan segar saat belajar
- Tenaga pendidik berkualitas
Memiliki tenaga pendidik yang berwawasan terbuka (dalam arti terus belajar tentang anak, menghargai masukan atau input dari ahli pendidikan, praktisi, orangtua, dan lain-lain)
- Disiplin
Menerapkan disiplin yang bukan kekerasan
- Lingkungan kondusif
Memberikan lingkungan yang kondusif (termasuk menerapkan kerjasama atau collaborative learning untuk anak)
- Metode bervariasi
Menggunakan metode yang bervariatif dalam mengajar, dengan melibatkan multiple intelligency mereka. Sehingga tidak semata-mata mengejar target kurikulum dan mengesampingkan pentingnya proses pembelajaran tersebut.